BERITA UNIK

Kualitas Air Minum di Indonesia Buruk, Hampir 70 Persen Tercemar Tinja

Kualitas Air Minum di Indonesia Buruk, Hampir 70 Persen Tercemar Tinja

PELANGIKOIN – Di beberapa negara, kualitas airnya sangat terjamin sampai bisa di minum langsung dari keran. Sayangnya, Indonesia belum bisa seperti itu. Bahkan, menurut penelitian, hampir 70 persen tercemar tinja!

Fakta mengejutkan ini di paparkan dalam konferensi pers SoKlin Antisep bertajuk “Indonesia Sehat Berseri: Sehat, Bersih, dan Terlindungi” yang di gelar di Pidari Lounge, Hutan Kota by Plataran dan di siarkan di YouTube Metro TV News pada Rabu (19/10/2022).PELANGIKOIN

1. Hanya 7 persen limbah tinja yang di olah dengan aman

Maraita memaparkan studi dari Kementerian Kesehatan yang di lakukan untuk mengukur kualitas air minum di Indonesia dan melibatkan 25.000 rumah tangga di 34 provinsi. Hasilnya, hampir 70 persen tercemar tinja!

“Kenapa bisa begitu? Kami melihat bahwa walau hampir 80 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki toilet, tetapi hanya 7 persen limbah tinja yang di olah dengan aman,” jelasnya.

Baca juga : Konsumsi Gula Berlebih? Ini Bahayanya untuk Tubuh

Apa yang terjadi jika kita meminum air tersebut? Menurut penelitian yang di publikasikan dalam jurnal PLOS Medicine tahun 2014, air yang terkontaminasi tinja mengandung patogen yang menyebabkan penyakit menular seperti kolera, diare, disentri, dan demam enterik.

2. Pastikan septic tank kedap dan di sedot setiap 3–5 tahun sekali

Sebelum memberikan solusi atas permasalahan sebelumnya, Maraita menjelaskan bagaimana patogen masuk ke dalam tubuh terlebih dahulu. Prinsipnya adalah 5F, yaitu fingers (jari-jari tangan), flies (lalat), fields (lingkungan), fluids (cairan), dan food (makanan).

“Sebagai contoh, ketika kita punya toilet tetapi tidak punya septic tank yang kedap, (patogen) akan meresap ke tanah dan meningkatkan risiko pencemaran air. Begitu juga (jika) makanan tidak di tutup atau tangan tidak dicuci. Ini adalah salah satu cara patogen masuk ke dalam tubuh manusia,” ia melanjutkan.

Untuk meminimalkan risiko penyakit, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi risiko pencemaran. Pastikan toilet terhubung dengan septic tank yang kedap dan sesuai standar. Selain itu, septic tank harus disedot setiap 3–5 tahun sekali. Jangan menunggu penuh!

3. Selain itu, jangan lupa mencuci tangan

Kualitas Air Minum di Indonesia Buruk, Hampir 70 Persen Tercemar Tinjailustrasi cuci tangan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satu cara patogen masuk ke dalam tubuh adalah lewat jari-jari tangan. Cegah dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.

Namun, tidak semua tempat menyediakan sarana untuk mencuci tangan. Berangkat dari concern tersebut, UNICEF dan Wings Group Indonesia bekerja sama menyediakan sarana cuci tangan di berbagai tempat, terutama sekolah dan fasilitas layanan kesehatan.

Baca juga :Konsumsi Gula Berlebih? Ini Bahayanya untuk Tubuh

“Selain itu, UNICEF bekerja sama dengan Wings Group Indonesia untuk memperluas penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan mendukung peningkatan sanitasi di Indonesia,” ujar Maraita.

4. Langkah pencegahan lainnya adalah dengan imunisasi

Kualitas Air Minum di Indonesia Buruk, Hampir 70 Persen Tercemar Tinjailustrasi vaksinasi

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mendefinisikan imunisasi sebagai proses ketika seseorang terlindungi dari penyakit melalui vaksinasi. Menurut dr. Prima, PHBS adalah langkah pencegahan penyakit yang sifatnya umum, sementara imunisasi bersifat spesifik.

“Dengan imunisasi, kalau kuman masuk ke badan, kita tidak akan sakit. Kalaupun sakit, akan (lebih) ringan,” terangnya.

Pandemi COVID-19 telah membuktikannya. COVID-19 dianggap melemah karena kasusnya semakin menurun, padahal ini berkat vaksinasi. Apalagi, cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia sudah lebih dari 400 juta dosis.

Baca juga :Konsumsi Gula Berlebih? Ini Bahayanya untuk Tubuh

Sayangnya, karena pandemi pula, cakupan imunisasi dasar nasional mengalami penurunan. Pada tahun 2019, cakupannya 93 persen, tetapi turun menjadi 84,2 persen pada tahun 2020. Jumlahnya naik tipis menjadi 84,5 persen ketika konsep new normal diperkenalkan pada tahun 2021.

5. Imunisasi yang tidak lengkap berpotensi menimbulkan KLB

Melalui situs web resminya, Kementerian Kesehatan mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Bila tidak dikendalikan, bisa menyebabkan wabah.

Baca juga :Konsumsi Gula Berlebih? Ini Bahayanya untuk Tubuh

Oleh karena itu, dr. Prima mendorong masyarakat untuk mengejar dan melengkapi imunisasi, terutama para orang tua yang memiliki anak balita.

“Untuk anak-anak balita yang (imunisasinya) belum lengkap, ayo datang ke fasilitas kesehatan terdekat. Ini yang sedang kita upayakan. Mudah-mudahan bisa tercapai, sehingga kita bisa menekan angka KLB yang naik,” harapnya.POKERPELANGI

cs

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *